GSMaP singkatan dari Global Satellite Mapping of Precipitation. GSMaP merupakan produk turunan dari satelit cuaca yang dikeluarkan oleh Japan Aeorspace Exploration Agency (JAXA) yang mengestimasi intensitas curah hujan (rainrate). Deskripsi data GSMaP adalah sebagai berikut :
1. Variabel : rainfall rate (mm/jam)
2. Domain : Bujur 0-360 derajat dan Lintang 60 - (-60)
3. Resolusi Spasial : 0,1 derajat
4. Resolusi Temporal : 1 jam
5. Format Data : 4-byte float plain binary, little-endian
Cara Akses Data
Untuk dapat login mengakses data GSMaP diperlukan registrasi terlebih dahulu pada website GSMaP yaitu https://sharaku.eorc.jaxa.jp/GSMaP/. Setelah melakukan registrasi baru bisa mengakses data GSMaP sebagai berikut :
Dapat langsung melalui ftp://rainmap@hokusai.eorc.jaxa.jp/realtime/daily0.1/00Z-23Z/ dengan password : Niskur+1404
Melalui FILEZILA dengan alamat FTP dengan host : hokusai.eorc.jaxa.jp dengan username : rainmap dan password : Niskur+1404 Setelah memasukan host, username, dan password tersebut, kemudian pilih folder /realtime/archive/tahun/bulan/tanggal kemudian pada file yang dipilih klik kanan dan pilih Download
Data GSMaP yang sudah didownload harus diekstrak terlebih dahulu. Kemudian perlu dibuat sebuah file .ctl (control file) yang akan digunakan sebagai referensi GrADS untuk membaca format data binary GSMaP. Berikut adalah contoh file .ctl daily :
catatan :
jika data yang didownload hanya terdiri dari 1 t (1 waktu) maka tdef diisi : tdef 1 linear 00:00Z1dec2007 1d
Kejadian kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2015 telah meningkatkan konsentrasi Total Column Carbon Monoxide (TCCO), dari animasi TCCO harian pada saat kejadian KARHUTLA Tahun 2015 dapat dilihat bahwa puncak konsentrasi tertinggi dari TCCO adalah pada bulan Oktober 2015 dimana konsentrasinya mencapai >0,009 kg/m2 dengan sebaran yang mencapai hampir seluruh pulau Sumatera, Kalimantan dan bahkan sampai ke negara Singapura. Tentu saja angka ini perlu dilakukan koreksi karena bukan merupakan hasil observasi melainkan output dari model Copernicus Atmosphere Monitoring Service (CAMS) dari European Centre For Medium-Range Weather Forecast (ECMWF).
Arif Marufi, saat memberikan paparan pada Forum Group Discussion (FGD)
Sekolah Lapangan Iklim di Jambi
Bagi masyarakat petani yang tinggal dekat aliran sungai
Batanghari, kemunculan ikan mudik merupakan pertanda baik bagi waktu
tanam padi mereka di huma. Ikan mudik sejatinya adalah jenis ikan
saluang yang berenang melawan arus menuju hulu karena telah terseret
terbawa banjir ke hilir pada saat air sungai di hulu meninggi.
Kemunculan ikan mudik dalam jumlah yang banyak dulu biasanya menandai
bahwa masa hujan-hujan besar dan banjir dari hulu sudah berakhir dan
petani bisa mulai menyemai bibit padi dan tak lama lagi bertanam.
Masyarakat petani meyakini pertanda alam itu sebagiamana telah turun
temurun berlangsung dan merupakan ajaran leluhur, seperti di Jawa orang
mengenalnya dengan "pranoto mongso".
Namun kini nyatanya hujan besar di hulu tetap masih bisa terjadi meski
ikan mudik sudah muncul. Bibit yang sudah disemai masih bisa terhanyut
oleh banjir sungai yg menggenang huma petani.
Hal itu disampaikan Dadang, petugas penyuluh lapangan pertanian (PPL)
dari Rantau Puri. Ia menyebut dua kali petani membibit dua kali bibit
terhanyut air banjir di Rantau Puri Jambi karena tidak mengindahkan
informasi perkembangan awal musim dari BMKG Jambi. Kondisi berbeda
dengan petani di Pematang Pulai yang sudah mengikuti perkembangan
informasi iklim BMKG seperti disampaikan Rabai, PPL Desa Pematang Pulai.
Cerita tentang kearifan lokal pegangan masyarakat yang sudah tidak lagi
berpola itu terungkap pada saat Focus Group Discussion (FGD) Sekolah
Lapang Iklim yang diselenggarakan Stasiun Klimatologi Muaro Jambi di
Hotel Golden Harvest pada tanggal 14 - 16 Mei 2018. Tema FGD itu adalah
_"Percepatan Pemanfaatan Informasi Iklim Guna Meningkatkan Produksi
Pertanian dan Strategi Pengambilan Keputusan Melalui Pelaksanaan
Kegiatan SLI di Provinsi Jambi"_.
Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG
Pusat Siswanto yang hadir memberikan materi pada acara FGD tersebut
juga mengungkap beberapa catatan dari diskusi 12 peserta FGD yang
merupakan alumni dari kegiatan SLI tahap 2 dan 3 tahun lalu di Provinsi
Jambi, diantaranya: petani merasa dengan memanfaatkan informasi BMKG,
kecemasan petani menjadi berkurang terhadap risiko kegagalan pertanian
mereka.
Hampir semua peserta sepakat bahwa mereka dan petani terus mengharapkan
bimbingan dari BMKG dan Petugas Pertanian agar supaya jangan sampai
terputus informasinya dan pelaksanaan SLI terus dilangsungkan, bahkan
ditambah di lokasi lokasi lainnya yang merupakan sentra pangan atau
daerah yang paling besar risiko pertaniannya.
Peserta mengharap agar SLI dapat dilaksanakan di wilayah Bungo yang
memiliki varietas padi gogo 1.000 hektar. Selain itu SLI juga diharapkan
kedepan dapat dipraktikkan untuk pertanian hortikultura dan budi daya
ikan di daerah Kerinci.
Peserta juga mengusulkan untuk menambah materi pertanian yang lebih
ramah lingkungan di dalam SLI mendatang sebagai bentuk aksi nyata
mengurangi emisi Gas Rumah Kaca dan dampak pemanasan global.
Lili Suryani dari Kelompok Tani Mekarsari 1 menceritakan bahwa hasil
ubinan yang dilakukan pada saat SLI, kini poduktivitas hasil pertanian
mereka meningkat dari 3.8 menjadi 8.9 ton/ha, dengan total rata rata 5,5
ton/ha. Karena produksi untuk kebutuhan lokal melimpah penjualan hasil
panen malah bisa dijual ke luar daerah.
Katanya, dengan SLI petani kini makin paham, bahwa huma mereka yang
terletak di daerah aliran sungai Batanghari berbentuk seperti cekungan,
sehingga memiliki kandungan air lapang dan air tanah yang cukup besar.
Dengan memanfaatkan informasi iklim dan neraca air lahan, kini,
misalnya, di daerah Kedotan, yang tadinya dalam setahun hanya terbiasa
tanam satu kali, saat ini Kedotan sudah bisa tanam dua kali yaitu
setelah Juli sebanyak 50 hektar area sudah mencoba turun tanam kali yang
ke dua.
SLI telah mengubah persepsi petani untuk melibatkan informasi iklim dan
cuaca BMKG dalam kegiatan pertanian mereka. Lili Suryani menambahkan,
BMKG akan terus diundang pada saat Rapat Tanam untuk memberikan pendapat
dan informasi terkait perkiraan peluang kondisi kering dan banjir untuk
menentukan waktu tanam, melengkapi doa dan Yaasiin yang mereka bacakan.
Nyatanya informasi BMKG mempermudah petani mengambil keputusan
berkegiatan di huma, dan dengan kemajuan teknologi komunikasi (Grup WA),
kini keterhubungan informasi malah lebih mudah.
Pada hari dan tempat yang sama, Stasiun Klimatologi Muaro Jambi juga
menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Agroklimat dengan tema
_"Mewujudkan Masyarakat Petani yang Peduli dan Tanggap Terhadap
Informasi Iklim"_.
Kegiatan Sosialisasi Agroklimat diikuti oleh peserta berjumlah 25 orang,
terdiri dari perwakilan Kelompok Tani, Penyuluh Pertanian, dan Kepala
Desa yang belum pernah ikut SLI.
Acara dibuka secara resmi oleh Kepala Balai Besar MKG Wilayah II, Joko
Siswanto, S.Sos. Turut memberi sambutan anggota Komisi V DPR RI Hj.
Saniatul Latifa, S.E dan Kepala Stasiun Klimatologi Muaro Jambi
Syafrinal, S.H.
Acara pembukaan dihadiri juga oleh Perwakilan Kepala Kepolisian Daerah
Jambi, Perwakilan Komandan Resort Militer 042 Garuda Putih, Dinas
Ketahanan Pangan, BPTPH Jambi, BPBD Provinsi Jambi, BPDas Batanghari,
BWS Sumatera VI, Stasiun LPP Antara dan Pejabat BMKG Provinsi Jambi.
Materi Sosialisasi Agroklimatologi terdiri dari Pengenalan dan Pemahaman
Iklim dan Informasi Iklim, Sekolah Lapang Iklim, dan Pemanfaatan
Informasi Iklim untuk Kalender Tanam dan Perkembangan Organisme
Pengganggu Tanaman yang disampaikan oleh Stasiun Klimatologi Muaro
Jambi, Siswanto M.Sc dari Bidang Diseminasi Informasi Iklim BMKG Pusat
serta nara sumber lainnya dari BPTPH dan BPTP.
Dalam arahan pembukaannya Kepala Balai Besar MKG Wilayah II, Joko
Siswanto, S.Sos. mengatakan, "SLI berperan dalam usaha mewujudkan
kedaulatan dan ketahanan pangan Indonesia, melalui SLI Informasi Iklim
dapat disebarluaskan kepada berbagai kalangan dalam bentuk informasi
yang mudah dipahami dan dimengerti, termasuk kepada petani untuk lebih
bisa menggunakan informasi Iklim sebagai pengambilan keputusan dalam
kegiatan tanam dan aktivitas di huma sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan penguatan ketahanan pangan di Provinsi Jambi".
Anggota Komisi V DPR RI Hj Saniatul Latifa SE MM, dalam sambutannya
menyatakan sangat mengapresiasi Kegiatan Sekolah Lapang Iklim dan
Sosialisasi Agroklimat yang dilaksanakan dan berharap kegiatan ini dapat
memberikan pemahaman kepada petani mengenai informasi Iklim dan musim
tanam yang penting dalam menghindarkan petani dari bencana iklim di
sektor pertanian.
Kegiatan Sosialisasi Agroklimat dan FGD SLI berakhir hari Rabu, 16 Mei 2018.
(Penulis Arif Ma'rufi, Forecaster senior Staklim Muaro Jambi)
Masyarakat Hutan Adat (MHA) Serampas adalah satu kesatuan adat yang merupakan keturunan dari Puti Segindo Balak (Minang Kabau). Wilayah adat Serampas tergambar dalam Tembo Induk :
“Dari Tanjung Kasri, ke utara Perontak Pangkalan Jambu ke timur Durian Batakok Rajo menghilir Batang Kemsi sampai ke Rantau Gedang, ke selatan Danau Serampas Sungai Tenang, ke Sungai Teramang Batu Gombak Sarang Katako mendaki ke barat ke Sungai Impu menghilir ke Batang Bantal terus ke Muaro Solang Berlantak Besi daerah muko-muko, Tapan langsung ke Bukit Atap Ijuk balik lagi ke Tanjung Kasri”
Wilayah adat Serampas terbagi menjadi 3 sub wilayah (Dusun) otonom :
1. Tanjung Kasri (Tembo Anak)
2. Renah Kemumu (Tembo Anak)
3. Renah Alai (Tembo Anak)
STRUKTUR KELEMBAGAAN ADAT
NORMA ADAT SERAMPAS
Masyarakat dilarang membuka hutan di Tanah Arai. Tanah Arai merupakan tanah yang memiliki kelerengan sangat curam yang berada di sekitar sungai.
Masyarakat dilarang membuka hutan di hulu aik. Hulu Aik merupakan kawasan hulu sungai
Masyarakat dilarang membuka hutan di Padang Batu.
Masyarakat diperbolehkan membuka hutan sesuai dengan ketentuan Tanah Ajum dan Tanah Arah.
Masyarakat tidak boleh menebang cempedak, manggis, durian, petai dan pohon seri, karena tanaman tersebut peninggalan nenek moyang masyarakat adat serampas.
Masyarakat dilarang memperjualbelikan kayu-kayu yang diambil dari hutan, hanya boleh untuk dikonsumsi sendiri dan untuk kayu bakar.
Penerapan Norma Adat/Penegakan sanksi :
Penyelesaian melalui runding keluarga, dianjurkan untuk berdamai
Penyelesaian melalui orang tuo adat, sanksi berupa beras 1 gantang ayam 1 ekor
Penyelesaian melalui ninik mamak, sanksi berupa beras 2 gantang ayam 2 ekor
Penyelesaian melalui masing-masing depati, sanksi berupa beras 4 gantang ayam 4 ekor
Penyelesaian melalui depati nan batigo (depati pulang jawa, singo negaro dan depati karti mudo menggalo), sanksi berupa beras 20 gantang kambing 1 ekor
Penyelesaian melalui Depati Seri Bumi Putih, sanksi beras 100 gantang sapi 1 ekor
Sumber : Ishak Pendi (Sekretaris Lembaga Adat Serampas), yang disampaikan pada Workshop Pemetaan Wilayah Hukum Adat (MHA) Serampas dan Sosialisasi Potensi Geothermal. BANGKO, 23 November 2017